Sabtu, 17 Mei 2008

SOSOK .....


   suatu hari seorang teman menemuiku untuk meminta komentarku, atas buku tjiptaning yang akan terbit mendatang, ..., pandanganku yang buram mungkin saja dari kaca mata yang berbeda....

ya Tjiptaning yang kukenal merupakan sosok perempuan yang tegar, kokoh dan dinamis. Pribadi yang tahan terhadap prinsip meski akibat prinsip yang dipertahankannya itu terkadang menjadi kontra produktif baginya. Saya mengenalnya bukan hanya sebagai teman, namun terlebih sebagai adik, sesama aktivis partai sejak badai politik di Partai Demokrasi Indonesia berproses menjadi embrio Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Meski dalam perjalanan konsolidasi, terkadang ia geram terhadap dinamika yang terjadi di partai. akibat sepak-terjang para penghianat yang berhasil masuk ke pori-pori dan pembuluh nadi partai di seluruh Indonesia. Penurunan perolehan suara partai pada Pemilu 2004, merupakan akibat dari terjadinya avonturir politik dari para penghianat tersebut.

Dan hingga hari ini, semangatnya itu lho, tidak pernah usai keinginannya untuk membela kesewenang-wenangan yang terjadi di sekelilingnya. Tidak terbatas status orang yang dibantunya, sejak tukang sapu hingga pejabat. Tjiptaning bukanlah jenis manusia yang sulit diakses, meski penampilan secara fisik terkadang agak semau gue, sesungguhnya Tjiptaning masih keturunan berdarah biru. Dia ngga peduli dengan atribut seperti itu. Bisa dikatakan, seorang Tjiptaning adalah manusia dengan kepribadian yang kompleks dan menarik.

Terkadang, Tjiptaning yang terlihat strongly itu, sesungguhnya agak sensitif dan sentimental. Saya sangat memahaminya, mengingat proses perjalanan hidupnya bagai deburan ombak di samudra. Saya teringat Albert Camus dalam karyanya “Lâ Homme Revolte” (Pemberontakan itu Kreatif), yang mencerminkan kondisi Camus saat berselisih dengan kawan-kawannya seangkatan, letih, lunglai, dan terasing, tetapi dia tidak pernah pasrah sepenuhnya pada dakwaan itu, dan melakukan pembalasan kepada kaum intelektual Paris. Benar Ning, terkadang pikiran kita yang merdeka dan idealis, memang berbeda dengan orang kebanyakan. Beberapa teori mengatakan jika beberapa ujaran tidak mungkin dikatakan sebagai kebenaran dalam pengertian beyond reasonable doubt, agaknya kita tidak boleh menyimpulkan bahwa benar atau salah tidak mempunyai arti. Kita cuma harus hati-hati menafsirkan kata dan mengakui keterbatasannya, relatifisme kebenaran seringkali mengingkari nilai kebenaran itu sendiri. Hal tersebut, tentu saja bisa dibuktikan dalam dinamika ruang ruang politik di negeri tercinta ini.

Seorang filsuf Jerman, Fredrich Nietzsche dalam salah satu karya pentingnya, Zur Genealogie der Moral, atau Asal-usul Moral, Nietzsche mengajukan satu perenungan: Hanya sesuatu yang tak memiliki sejarahnya yang tak bisa dijelaskan. Ia mengajukan satu pemahaman bahwa, moralitas sesungguhnya selalu memiliki konteks sejarahnya yang spesifik. Di dalamnya, terdapat prinsip-prinsip dan aturan-aturan, yang kadangkala tak berhubungan dan malah inkonsisten, yang sebenarnya sering terjadi adalah munculnya justifikasi atau pembenaran sehingga seringkali kamu dan saya sembunyi di balik kata arif sebagai manipulasi kebenaran, terkecuali kebenaran yang dilontarkan dari mulut seorang Galileo yang mengatakan bahwa Bumi itu Bulat, dan ketika diuji kebenarannya, prinsip Galileo tersebut sungguh ironis. Dia dijebloskan dalam penjara, dan Galileo menyaksikan dari kuburnya setelah 100 tahun kemudian, bahwa keyakinan Galileo tentang Bumi itu Bulat, merupakan kebenaran yang tidak terbantahkan.....!

Semangat Galileo hendaknya menjadi energi yang kuat mengiringi langkah dan karier Mbak Ning mendatang. Teruslah menjadi diri sendiri dengan segala kelemahan maupun kekuatan potensimu, yang perlu dilakukan adalah berpikir positif tentang diri kita sendiri ataupun orang lain, menerima kelemahan diri dan berusaha mengatasinya. Ternyata politik seperti juga seni yang harus dikelola dengan kemampuan berdiplomasi, karena menurut Bung Karno, perjuangan tidak mengenal kata henti…..Siapa yang ingin memiliki mutiara harus ulet menahan nafas, dan berani terjun menyelami samudra yang sedalam-dalamnya. Merdeka!!!
Jakarta, Mei 2008
Joan of Arc (1412-1431)
atau jeanne d'Arc ,  

perempuan satu ini bagiku adalah inspirator yang membuatku sangat percaya tiada satu yang mustahil, meski pengorbanan itu terkadang hanya dipandang sebelah mata atau bahkan acapkali aku terbelah diantara tantangan demi tantangan yang membawaku ingin terbang berputar diangkasa biru dan seperti layaknya sinterklas membawa berita bahagia bagi semua orang dinegriku, sembako yang murah, pendidikan yang tersedia dan terjangkau kesehatan yang memadai bagi bangsaku, tanpa hutang luar negeri dan bumi yang ramah terhadap lingkungan, inilah nafasku Jean of ark
dialah salah satu pahlawan agung Perancis yang menjadi pemersatu bangsanya kala itu berada di bawah jajahan Inggris. Pada usianya yang ke-16 ia merasa 'mempunya misi' untuk memuluskan jalan Dauphin menjadi raja Perancis. Didukung dewan gereja dan kerajaan, ia memimpin sendiri sejumlah tentara dan memenangkan banyak pertempuran melawan Inggris.
Tapi sejak menjadi raja (berkat Joan tentunya) , Dauphin (bergelar Charles VII) enggan melanjutkan peperangannya melawan penjajah. Joan tetap melanjutkan perjuangannya, sekalipun tanpa dukungan kerajaan, dan sekalipun ia "tahu" Dauphin kelak akan mengkhianatinya. Joan ditangkap menyusul persekongkolan yang juga melibatkan raja yang didukungnya, lalu dihukum bakar di usianya yang belum mencapai 20 tahun. "Dosa" yang membunuhnya adalah karena ia berpakaian seperti laki-laki dan memiliki keyakinan yang berbeda dengan keyakinan umum pada masa itu. Joan ditetapkan tak bersalah 25 tahun kemudian, bahkan diresmikan sebagai Santa 500 tahun sesudah kematiannya. Hari eksekusinya 30 Mei, sampai sekarang selalu dikenang sebagai hari peringatan untuknya. Kisahnya juga secara luas telah telah diabadikan dalam berbagai karya tulis dan karya seni kelas dunia.

Apa yang membuat gadis biasa dari desa Orleans ini istimewa ? Ia lahir pada jaman kegelapan dimana perempuan tak punya hak bicara, apalagi memilih jalan hidupnya sendiri. Tapi keyakinan Joan yang sangat kuat membuatnya memiliki pengaruh sangat kharismatik pada rakyat,raja, lebih-lebih tentara yang dipimpinnya. Pengaruhnya mampu menembus batas gender yang masih menjadi persoalan pada masa itu. Joan 'disingkirkan' karena kekuatan pengaruhnya dikhawatirkan akan menyaingi kekuasaan raja. Keindahan jalan hidup Joan yang sangat singkat ini terletak pada pilihannya yang tak biasa. Joan memilih keputusan yang membuatnya "cukup mati badan" saja. Tapi jiwanya , kisah hidupnya, pola pikirnya...hidup abadi.

Kisah Joan mengajarkan kepada kita, bahwa ketika pikiran dan daya kreatif kita menjelajah sejauh-jauhnya, demikian jauh sehingga mencapai suatu dimensi yang tak berstruktur dan tak terikat ruang dan waktu, acapkali hasilnya berupa insight yang melampaui tatanan baku pada jamannya. Tapi justru karena itulah sang penjelajah seperti ini bisa melahirkan alternatif dan solusi bagi lingkungan yang membutuhkan 'udara segar' . Dampak yang ditimbulkan dari 'udara segar' seperti ini bisa demikian revolusioner, juga bernilai universal, sehingga si penjelajah seperti ini sering dikenang dengan penuh rasa hormat sebagai sang pembaharu,sampai jauh sesudah masa hidupnya berlalu.
Buahnya adalah Otoritas

KESIMPULAN 
Ibarat menabur benih, ketika daya kreatif seseorang menjelajah sejauh-jauhnya , yang tumbuh kemudian tak hanya kemantapan yang mendalam atas produk kreativitasnya . Tapi juga pengetahuan dan kemantapan pada diri sendiri, atau di sebut juga Jati Diri. Jati diri ini merupakan sumber energi yang besar yang kemudian mendesaknya untuk bertindak dan menyajikan karya terbaiknya.. Kehadirannya akan menjadi prototype yang berdaya magnet untuk mengilhami orang lain melakukan hal yang sama. Inilah hakekat dari otoritas. Otoritas bukanlah semacam kekuasaan untuk memaksakan kepatuhan. Otoritas adalah kekuatan mental yang memiliki pengaruh pada lingkungan. So seorang pemimpin pasti seorang pembaharu, pertama, yang ia perbaharui adalah pemahamannya atas diri sendiri, atas visi dan misi pribadinya. Kedua, disadari atau tidak, ia sekarang memiliki kualitas yang membuatnya bisa memperbarui lingkungan sekelilingnya.
dewi djakse SH. Jakarta 17 agustus 2008