skip to main | skip to sidebar

sukmadewi

Kodrat manusia terpusat pada nalar, bukan nalurinya.

Kamis, 13 November 2008







Diposting oleh sukmadewi di 01.40 Tidak ada komentar:
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)


GOTONG ROYONG

by Anand Krishna

Gotong royong bukanlah sikap kekurangberanian, kurang percaya diri, atau sikap tidak mandiri. gotong royong tidak selalu berarti orang-orang sekampung menyumbang ketika kita terkena musibah. Gotong royong juga tidak cuma berarti kita membantu tetangga memperbaiki atap rumahnya. Interpretasi-interpretasi seperti ini justru mengkhianati semangat gotong royong itu sendiri.

Gotong royong juga berarti kita membantu tetangga kita memberdayakan dirinya, supaya ia mampu memperbaiki sendiri rumahnya. juga berarti memberdayakan diri kita sendiri, sehingga kita tidak menjadi beban bagi tetangga kita. Hanyalah gotong royong seperti itu yang memiliki arti lebih dan memiliki makna yang lebih berarti Gotong royong berarti setiap anak bangsa berjuang bersama untuk memberdayakan dirinya masing-masing

Gotong royong tidak sama dengan amal-saleh atau dana-punia atau charity. Semua itu hanya menyuburkan benih-benih kelemahan dan ketakpercayaan diri dalam diri para penerima, dan keangkuhan dalam diri para pemberi

Gotong royong berarti memikul bersama beban negara dan bangsa ini, tidak mengenal tangan di bawah atau tangan di atas. Seorang pemberi yang egois tidak lebih baik dari seorang penerima yang lemah

Gotong royong berarti bahu-membahu. saling bergandengan tangan. Gotong royong adalah sebuah “kesadaran” bahwa kita semua adalah putra-putri ibu pertiwi. Kita memiliki hak dan kewajiban yang sama, walaupun aplikasinya, pelaksanaannya, penerjemahannya dalam hidup sehari-hari bisa berbeda

Gotong royong adalah dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan. Gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, satu karya, satu gawe. Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama.




cinta tak pernah mati

by Kahlil Gibran

” bangsa ini tidak ada bedanya dengan bangsa bangsa lainnya, semua manusia memiliki watak yang sama, mereka berbeda satu sama lain hanyalah di permukaan, dan pada penampilan luar mereka yang beraneka ragam, malapetaka bangsa bangsa timur adalah juga malapetaka bagi seluruh dunia, tak ada satupun bangsa di Barat yang kamu anggap lebih tinggi selain bentuk pengejawantahan lain, khayalan khayalan hampa, kemunafikan tetaplah kemunafikan, meskipun cakarnya dihias hias, kebobrokan tetaplah kebobrokan, meskipun sentuhannya teramat lembut, kebohongan tidak akan menjadi kebenaran, meski dibungkus dengan pakaian sutra dan hidup di istana, kepalsuan tidak akan menjadi kejujuran, meskipun ada diatas kereta kencana atau dinaikkan kelangit, keserakahan tidak akan pernah menjadi kepuasan hanya dengan menimbang nimbang unsur unsurnya, kejahatan tidak akan menjadi kebajikan dengan berjalan diantara pabrik pabrik dan laboratorium laboratorium, ..” Cinta yang tak pernah mati itu adalah Cinta kepada negeri , itulah cinta kepada bangsa, kepada ibu pertiwi..... "

JEJARING

  • Nusa Bali
  • GUNG SAYU
  • ON
  • PDIP
  • arga
  • PIER
  • DPP SDI
  • CALEG
  • ASPIRASI
  • Febriano
  • nuraini
  • mega
  • sridem
  • norpud
  • senandung

Hanya perlu satu menit untuk menghancurkan seseorang, 
satu jam untuk menyukai seseorang, satu hari untuk mencintai seseorang, tetapi membutuhkan seumur hidup untuk melupakan, seseorang .



kwiek kian gie

 Kasus BLBI –

“Saya melihat upaya itu hanya sebagai kepura-puraan DPR RI merespon desakan kencang masyarakat. Jadi, menurut saya persoalan BLBI ini jelas tidak akan selesai di DPR RI,” tandas Kwik Kian Gie - seperti yang saya kutip dari Antara.com saat merespon rencana interpelasi yang digagas oleh beberapa anggota DPR RI atas kasus BLBI.

Sebagai sebuah kilas balik bagi kita semua bahwa BLBI atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia adalah sebuah bantuan kepada bank-bank yang pada waktu krisis moneter di tahun 1997 mengalami kesulitan saat menghadapi penarikan uang (rush) dari nasabah yang panik. Sehingga dikeluarkanlah kebijakan tersebut yang diperuntukkan untuk bank dengan besaran yang sesuai dengan besarnya dana pihak ke tiga yang dikelola oleh bank tersebut.
=
Tentu saja dana tersebut harus dikembalikan oleh pihak bank, karena notabene dana tersebut merupakan uang rakyat Indonesia dan pada dasarnya merupakan pinjaman dari BI dan disetujui oleh Presiden RI sebagai ketua dewan moneter. Bantuan ini - seperti yang dicatat dalam sejarah - berhasil membantu bank untuk mengembalikan dana nasabah yang besarnya mencapai 600 triliun lebih.

Namun sampai saat ini permasalahan yang terjadi adalah kurang jelasnya pengembalian dana BLBI tersebut dengan para obligor nakalnya yang masih berkeliaran dengan bebas, serta pemerintah dan DPR yang nampaknya tidak berdaya menangkap lalu memaksa mereka untuk melunasi pinjamannya.

Padahal secara kasat mata, menurut saya pinjaman yang ada tersebut logikanya pasti tercatat besaran dan siapa saja orang yang bertanggung jawab saat pinjaman dilakukan, baik itu secara kelembagaan maupun personal. Namun persoalan yang ada dibelakang layar tentunya tidak semudah itu ditambah lagi dengan ketidakpastian hukum yang sudah menjadi rahasia umum di negeri ini.

Selain itu, dana BLBI yang sekarang ini entah sudah berwujud apa, tentu akan menjadi perangsang bagi siapa saja yang lemah imannya, baik itu pemerintah maupun DPR.

Kemudian tibalah disaat ini, saat penyelesaian kasus ini memasuki babak baru ketika para anggota DPR RI merencanakan untuk melaksanakan interpelasi kepada pemerintah mengenai kasus BLBI. Permasalahannya, apabila kita berkaca dari berbagai kasus interpolasi yang selama ini dilakukan oleh DPR RI yang tidak jelas, menurut saya pernyataan Kwik Kian Gie diatas sudah mencerminkan apa yang nantinya bakal terjadi.

Semoga saja tidak demikian.

flowers.


edisi

  • ►  2009 (5)
    • ►  03/08 - 03/15 (4)
    • ►  01/11 - 01/18 (1)
  • ▼  2008 (29)
    • ▼  11/09 - 11/16 (1)
      • Tanpa judul
    • ►  10/26 - 11/02 (1)
    • ►  09/28 - 10/05 (3)
    • ►  09/21 - 09/28 (1)
    • ►  09/14 - 09/21 (2)
    • ►  09/07 - 09/14 (9)
    • ►  05/18 - 05/25 (1)
    • ►  05/11 - 05/18 (1)
    • ►  04/20 - 04/27 (1)
    • ►  03/16 - 03/23 (2)
    • ►  03/09 - 03/16 (2)
    • ►  03/02 - 03/09 (5)

LULA dan CHAVEZ,

TEORY INDIGENISMO

Adalah aliran politik yang mengutamakan sistemnilai dan peranan politik yang lebih besar bagibangsa-bangsa asli (indigenous peoples) di Amerik Latin. Evo Morales, sekarang presiden Bolivia, naik kepentas politik nasional melalui aliran politik ini

2 type pemimpin kiri duniaLuiz Inacio Lula da Silva dari Brasil, Daniel Ortega dari Nikaragua, Rafael Correa dari Ekuador, dan Hugo Chavez dari Venezuela, melengkapi akhir ”tahun kiri”, tampilnya pemimpin-pemimpin kiri di Amerika Latin, menyusul terpilihnya kandidat sosialis Michelle Bachelet di Cile pada Januari 2006.

Kalau dikatakan bahwa Amerika Latin bergerak condong ke kiri (Evo Morales yang terpilih rakyat Bolivia, Desember tahun lalu, dan Nestor Kirchner dari Argentina termasuk dalam daftar itu), kekirian para pemimpin pilihan rakyat itu bukanlah satu macam. Dua hal menarik untuk dibandingkan, karena persamaan dan perbedaannya. Presiden Brasil yang dikenal dengan sebutan Lula, dan Presiden Venezuela Chavez, sama-sama terpilih kembali mendapat ”perpanjangan masa jabatan”.

Seperti para pemimpin kiri Amerika Latin lainnya yang menandai kekirian mereka adalah kepedulian kepada rakyat, terutama kepada kelompok yang selama ini termarjinalkan, yaitu kaum miskin, setidaknya begitu kampanye pemimpin yang baru terpilih. Baik Lula maupun Chavez sama-sama mempunyai program sosial yang relatif kuat dibanding pemerintahan sebelumnya. Inilah kekuatan mereka menghadapi pemilu untuk dipilih kembali.

Lula, misalnya, mempunyai program yang disebut Bolsa Familia. Keluarga miskin mendapat bantuan uang dari pemerintah federal sekitar Rp 400.000 sebulan. Cakupan program bantuan keluarga itu luar biasa, mencapai 11 juta keluarga, atau 44 juta orang. Itu artinya lebih dari 20 persen penduduk Brasil. Dan setengah dari cakupan itu tinggal di wilayah timur laut, wilayah paling miskin di Brasil.

Tak heran bila Maria Ines da Silva, seorang ibu rumah tangga miskin di Manari, negara bagian Pernambuco, memuji-muji Lula yang berasal dari negara bagian di timur laut itu. ”Saya rasa Lula melakukan lebih bagi kami dibanding presiden-presiden lain,” katanya kepada BBC News menjelang pemilu presiden Oktober lalu.

Memang, secara statistik Lula bisa mengklaim memperkecil jurang perbedaan kaya dan miskin di Brasil. Selama tahun 2004, misalnya, pendapatan kaum paling miskin Brasil melonjak 14 persen, jauh melebihi angka kenaikan nasional yang 3,6 persen.

Program sosial adalah senjata paling ampuh Lula, sehingga dalam putaran kedua pemilu pada 30 Oktober dia mendapat lebih dari 60 persen suara, walau partainya dihantam skandal suap dan tuduhan mencoba mencemarkan nama baik calon oposisi. Popularitas Lula di kalangan rakyat, terutama rakyat miskin, merupakan tameng yang kuat menghadapi serangan berbagai skandal.

Program sosial juga yang menjadi senjata ampuh Chavez dalam pemilu Presiden Venezuela awal Desember lalu. Program sosial miliaran dollar yang disebut mission itu antara lain berupa bantuan pangan yang disubsidi, pendidikan universitas yang gratis, dan tunjangan bagi ibu tunggal. Program-program sosial itu dibiayai dari petrodollar, uang yang diperoleh Venezuela dari minyaknya. Tak heran kalau Chavez terpilih kembali dengan perolehan suara juga lebih dari 60 persen.

Program-program sosial yang dilakukan baik oleh Lula maupun Chavez terbukti mampu menarik suara, memastikan mereka mendapat perpanjangan mandat dengan satu masa jabatan lagi. Namun, di Venezuela sudah muncul suara-suara yang mengkhawatirkan bahwa Chavez yang mengalirkan sebagian petrodollar ke mission itu tidak cukup menginvestasikannya pada bidang infrastruktur.

Di Brasil, walau banyak orang menyetujui bahwa program bantuan keluarga itu merupakan faktor kunci dalam mengubah ketidaksetaraan, namun banyak yang berpendapat bahwa program itu gagal untuk mengatasi masalah struktural penyangga kemiskinan. Seperti kata Tiago Cavalcanti, seorang ahli ekonomi kepada BBC, ”Dalam jangka pendek Bolsa Familia mengurangi kemiskinan. Namun, untuk mengubah daerah timur laut diperlukan kesetaraan kesempatan yang lebih besar, yang artinya pemerintah harus jauh lebih banyak menginvestasikan dalam meningkatkan pendidikan di daerah pedesaan.”

Prioritas yang ditetapkan Lula setelah terpilih kembali adalah pada pembangunan ekonomi, redistribusi kekayaan dari yang kaya ke yang miskin, dan pendidikan. Perolehan suara lebih dari 60 persen dalam pemilu dia artikan sebagai sebuah mandat untuk melanjutkan memprioritaskan kaum miskin. Putra keluarga petani miskin yang pernah jadi penjual kacang, penyemir sepatu, kemudian menjadi pemimpin serikat buruh itu mengutarakan, satu lapisan masyarakat Brasil selama berabad-abad telah termarjinalisasi, dan kalau mereka bisa ditingkatkan menjadi kelas menengah, semua orang akan memperoleh manfaat.

Inilah salah satu hal yang membedakan Lula dengan Chavez. Kalau Lula menginginkan terangkatnya kelas bawah menjadi kelas menengah, Chavez mempunyai agenda yang berbeda untuk masa depan Venezuela dalam visinya. Walau dibilang pemimpin kiri, Lula menyadari bahwa investasi asing sangat penting bagi Brasil untuk berkembang. Pembangunan ekonomi menjadi salah satu prioritas walau dia tidak melupakan kaum miskin melalui program redistribusi kesejahteraannya.

Dia juga mempunyai hubungan yang cukup baik dengan Washington, sedangkan Chavez dengan lantang mengkritik Amerika Serikat dan gemar sekali mengejek Presiden George W Bush. Lula dianggap pemimpin ”kiri lunak” Amerika Latin, gaya kiri yang juga berlaku di Argentina, Cile, dan Uruguay. Sedangkan Chavez adalah pemimpin kiri radikal, yang tampaknya diikuti oleh Evo Morales di Bolivia.

Dramatis
Menurut data Information Resources, komposisi sosio-demografis Venezuela telah berubah secara dramatis dalam seperempat abad terakhir. Dalam tahun 1980-an, golongan ABC (kelas atas dan menengah) mewakili 28 persen dari penduduk, sedangkan golongan D (kelas pekerja) 32 persen, dan golongan E 40 persen. Kini kelas atas dan menengah jumlahnya 19 persen dari penduduk, dari jumlah itu hanya 5 persen yang memenuhi standar umum sebuah keluarga kelas menengah, sedangkan golongan D 23 persen dan E 58 persen.

Meningkatkan kelas bawah menjadi kelas menengah bukan prioritas Chavez dalam masa jabatan ketiganya. Chavez menyatakan, dia ingin membuat masa jabatannya kali ini sebagai sebuah fase baru dalam proyek jangka panjangnya. Lewat ”Revolusi Bolivar”-nya, dia ingin membawa Venezuela menuju sosialisme. Dalam 14 tahun mendatang, Chavez ingin mengubah Venezuela dari sebuah masyarakat kapitalis menjadi sebuah masyarakat sosialis. Karena itulah dia ingin mengubah konstitusi agar bisa dipilih dan dipilih lagi dan terus memerintah sampai impiannya tercapai.

Chavez dan Lula sama-sama bersemangat untuk memelopori integrasi Amerika Selatan sebagai imbangan pada kepentingan ekonomi negara-negara yang kaya seperti AS. Namun, bukan berarti mereka selalu sependapat.

Integrasi regional yang mereka inginkan itu antara lain dilakukan melalui proyek-proyek energi. Namun, ketika keduanya bertemu pekan lalu saat Chavez berkunjung ke Brasil, tak banyak kemajuan yang mereka sepakati dalam serangkaian proyek energi yang terhenti.

Di belakang itu, menurut beberapa analis, terdapat perbedaan politis yang lebih lebar, seperti bagaimana menangani hubungan dengan Washington dan peran Venezuela dalam nasionalisasi sektor energi Bolivia.

Petrobras, perusahaan minyak negara Brasil dan PDVSA, perusahaan minyak negara Venezuela, telah mengkaji proyek pipa saluran yang diharapkan menciptakan sebuah jaringan energi yang mempersatukan Amerika Selatan; dari Venezuela akan mencapai tak hanya Brasil, tetapi juga Argentina, Bolivia, Paraguay, dan Uruguay. Namun, dalam kunjungan Chavez pekan lalu, mereka hanya bersepakat untuk melakukan lagi kajian teknis atas proyek itu.

”Pipa saluran itu secara politis memang masuk akal tetapi tidak secara finansial. Ada sebuah kebuntuan karena Petrobras dijalankan sebagai bisnis dan PDVSA merupakan alat politis Chavez,” ujar Adriano Pires, seorang ahli energi di Rio de Janeiro, kepada Reuters.

Lula dan Chavez dianggap sebagai dua pemimpin paling berpengaruh di Amerika Selatan karena kekuatan ekonomi negara mereka dan kepribadian mereka yang kuat. Brasil ingin menjadi pemimpin regional, sedangkan Chavez terang-terangan ingin menjadi pemimpin kawasan untuk menghadapi ”setan kapitalisme” AS. Waktulah yang akan menunjukkan kiri moderat atau kiri keras yang lebih berpengaruh di kawasan yang bergerak ke kiri itu.

Mengenai Saya

Foto saya
sukmadewi
" ...mensiasati kehidupan tentu dibenarkan, KECUALI mensiasati kebenaran..."
Lihat profil lengkapku

yang terpenting kata Multatuli adalah upaya kita memanusiakan manusia