Selasa, 28 Oktober 2008

tolak ruu pornografi.


DASAR PENOLAKAN UU PORNOGRAFI FRAKSI PDI PERJUANGAN

1.DEFINISI Pasal 1 ayat 1“…

Pornografi adalah materi seksual yg dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa,ilustrasi,foto,tulisan,suara.bunyi gambar bergerak animasi,kartun,percakapan, “GERAK TUBUH”atau bentuk pesan komunikasi dan/atau dipertunjukan dimuka umum yang dapat membangkitkan hasrat seksual dn/atau melanggar nilai nilai di masyarakat…”

Kontra materi

  1. secara gramatikal pornografi adalah Gambar Porno, hanya sebatas dalam bentuk grafi, sehingga “Gerak Tubuh” bukanlah porno.grafi. tetapi porno aksi (meskipun dalam seluruh kamus bahasa Indonesia belum dicantumkan), dalam realisasi seperti apakah ukuran yang jelas tentang gerak tubuh yang mengandung pornografi itu, sehingga berpretensi subyektifitas, sebuah upaya penyelundupan kata kata dalam definisi yang tidak taat azas dan kejelasan maksud dari definisi.
  2. Hasrat Seksual menimbulkan potensi konflik dalam pengartikulasian maksud , karena tidak memiliki ukuran yang jelas, relatifisik dan subyektif
  3. Sehingga definisi ini tidak memenhi ketentuan syarat dan prosedural pembuatan undang undang dalam pasal 5 UU NO 10/2004, diantaranya tidak taat azas dan kejelasan maksud, dan dapat dilaksanakan.
  4. Definisi merupakan jantungnya UU Pornografi, pasal hanya memuat deskrepsi yang tidak menjawab permasalahan
  5. Dengan definisi yang masih multitafsir ini, kami tentu saja menolak UU Pornografi ini untuk disahkan dalam Sidang Paripurna DPR.

2. PASAL 18 – PASAL 20

  1. berisikan tentang peran pemerintah yang terlalu umum
  2. pasal pasal didalam Undang Undang Porno ini tidak memberi kewenangan yang jelas, siapa yang berwenang mengimplementasikan Undang Undang, apakah Satpol PP atau Polisi.atau ...
  3. Pasal pasal ini juga tidak menetapkan bentuk dan sifat koordinasinya

3. PASAL 21 – PASAL 23

  1. Berisi tentang peran serta masyarakat, pasal ini sangat membahayakan karena
  2. Pasal ini tidak menetapkan standar suatu bentuk partisipatif masyarakat
  3. Siapa dan orang seperti apakah menurut undang bundang ini berwenang melakukannya dan pada titik manakah partisipasi itu diperlukan ?

PENUTUP

Pada dasarnya sejak awal RUU Pornografi tidak menggunakan Pancasila sebagai dasar menimbang dalam konsideran melainkan menggunakan pasal 29 UUD 45, Sehingga perdebatan yang berlangsung dalam proses bahasan cenderung tidak mendasarkan pada keputusan konstitusional (UU 10/2004) melainkan pada RULE OF THE MAYORITY, meski sah dilakukan tetap tidak boleh melanggar RULE OF THE INDIVIDUAL LIBERTY, basic right tidak seharusnya diputus melalui voting,

Kemerdekaan Indonesia adalah penghormatan terhadap adat istiadat, Pembukaan UUD 45, mengamanatkan perlindungan terhadap seluruh warganegara, bukan hanya untuk melindungi sekelompok warga mayoritas, seharusnya Hukum dibuat untuk kepentingan manusia dan bukan sebaliknya manusia diatur oleh hukum, sehingga persoalan moral dan etika tidak seharusnya diatur melalui undang undang , karena implikasi hukumnya akan menjadikan Negara hukum menjadi Negara polisi.. ..

Salam, Ni gusti ayu sukmadewi djakse SH.

Tidak ada komentar: