Sabtu, 13 September 2008

RUU PORNOGRAFI, UNTUK SIAPA?


RATU HEMAS, isteri Sri Sultan Hamengkubuwono X, merupakan salah satu dari sekian banyak pemuka perempuan yang menolak dilajnutkannya pembahasan mengenai RUU PR oleh DPR. Ia meminta untuk meninjau kembali RUU tersebut. Karena banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum sebuah RUU diajukan untuk dibahas. Ketika ditanya mengapa banyak dari kaum perempuan, terutama dari kalangan muda, tidak setuju RUU PR dibahas untuk diundangkan, Ratu Hemas menjawab datar: “Tentu karena mereka merasa dipojokkan, dijadikan sebagai objek semata, untuk kepentingan yang belum jelas”.

berikut ini kami kutip Ketentuan Umum RUU Pornografi tsb
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
PORNOGRAFI
(Disepakati tanggal 31 Januari 2007)

 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang- Undang ini yang dimaksudkan dengan :
 Pornografi adalah hasil karya manusia yang memuat materi seksualitas dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, atau bentuk- bentuk pesan komunikasi lain dan/atau melalui media yang dipertunjukkan di depan umum dan/atau dapat membangkitkan hasrat seksual serta melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat dan/atau menimbulkan berkembangnya pornoaksi dalam masyarakat.


Pendapat kami ada kejanggalan proses prosedur dan mekanisme Pengambilan keputusan dan mekanisme pengajuan draft RUU Pornografi kepada Presiden untuk mendapatkan AMPRES.

PERMASALAHAN 
1. untuk melakukan pengesahan draft RUU Pornografi, seharusnya draft RUU tersebut dimintakan persetujuannya dalam rapat pleno pansus RUU Pornografi, dari hasil pemandangan 10 Fraksi, hasilnya sebagai berikut, 5 fraksi yaitu FPG. F Demokrat, FPKS, FPPP, dan FBPD menyetujui materi substansi untuk dilanjutkan Pimpinan Dewan dan Presiden. 4 Fraksi lainnya FPDIP, FPKB, FPAN, dan FPBR, tidak setuju diproses lebih lanjut sebelum memperoleh penegasan substansi materi ttg PORNOAKSI yang (belum memiliki arti dan definisi yang jelas) didalam ketentuan umum, dan harus dituntaskan sebelum diajukan ke pimp dewan
1 fraksi yaitu PDS tidak hadir, ketidak hadiran FPDS seharusnya tidak bisa dianggap setuju arau tidak setuju, sehingga keputusan belum bisa dilakukan terhadap draft RUU Pornoaksi tersebut menunggu konfirmasi FPDS .namun Pimpinan Pansus mengambil keputusan untuk dilanjutkan dengan perhitungan bahwa 5 fraksi telah setuju dan 4 fraksi tidak setuju.

2. Pelanggaran Tatib DPR RI oleh Ketua DPR Agung Laksono, yang telah mengirimkan Draft RUU Pornografi tanpa konsultasi dengan wakil pimpinan Dewan yang lain( ps 19, 20(ayat 1), 24(ayat 2 Tata Tertib DPR RI , tentang kepemimpinan kolektif) penyerahan drat tsb kepada presiden adalah cacat hukum. 

3. Kesalahan prosedur yang terjadi dari team drajter langsung ke Pansus, seharusnya karena materi draft RUU berobah total dari yang dilaporkan di Paripurna DPR, seharusnya terlebih dahulu dilakukan Harmonisasi di Badan Legislasi, sesuai dengan ketentuan Legislasi dalam memenuhi persyaratan pembuatan Undang Undang yaitu UU no 10/2004.maka seharusnya Presiden membatalkan AMPRES NO R-54/Pres/09/2007, dikarenakan mekanisme dan prosedur pengambilan keputusan cacat hukum,  

mohon maaf kami tak berminat melanggar konstitusi

Tidak ada komentar: