RUU Pemilu telah disahkan. Beberapa pasal yang dianggap krusial bagi kepentingan partai politik akhirnya selesai, UU Pemilu adalah taruhan sekaligus jawaban bagi rakyat ke arah mana politik/kekuasaan berpihak. Bagi perempuan, kuota 30% adalah kesempatan untuk berjuang dalam arena politik yang masih didominasi kaum laki-laki.
Belajar dari 4 tahun terakhir pasca-Pemilu 2004, rakyat menerima akibat buruk dari wajah kekuasaan yang ternyata tidak memiliki sense kerakyatan. Berbalik dari janji-janji kampanye, dimana para politisi menebar pesona dengan mantra prorakyat dan pro demokrasi, nyatanya, rakyat dijerumuskan. Setelah meraih kemenanganan, pasangan SBY-Kalla mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sejatinya lebih berpihak kepada pemilik modal. Kasus lumpur Lapindo, telah menjadi pembuktian kepada seluruh rakyat, bahwa Pemerintah SBY-Kalla tidak bernyali menghadapi tekanan modal. kini lumpur Lapindo dibiarkan melebar, mengaliri urat nadi perkampungan dan perekonomian rakyat. Berbagai persoalan yang menyentakkan kemanusiaan kita, terjadi silih berganti. Tanpa ada solusi yang memadai dan terkesan dilakukannya pembiaran.
Bagi perempuan, ketidakpedulian pemerintah terhadap masalah sosial-ekonomi, mempengaruhi kondisi sosial dan personalnya sebagai perempuan. Karena di tengah masyarakat yang masih patriarkhal, perempuan menanggung beban ganda. Di satu sisi, keperempuanannya disubordinatkan, tetapi di sisi lain, dieksploitasi. Ketika subsidi BBM dipotong, serta merta perempuan menjadi pihak pertama yang melakukan antri minyak. Perempuan juga yang harus mengelola keuangan dan mempertahankan asap dapur.
Menjadi tidak mengherankan, bila di tengah 94% penduduk Indonesia yang mengalami depresi , dimana perempuan mayoritas di dalamnya. Sementara itu, diperkirakan ada 50 ribu orang Indonesia melakukan bunuh diri setiap tahun. Hal ini disebabkan beratnya masalah sosial seperti pengangguran, penggusuran, mahalnya biaya hidup, dll .Oleh karena itu, saatnya bagi gerakan perempuan untuk melakukan terobosan perjuangan untuk perubahan Karena di situlah segala produk hukum dan politik disahkan. Segala kompromi politik yang seringkali menafikan kepentingan rakyat dan bangsa. UU Penanaman Modal yang merestui pemakaian lahan selama 90 tahun dan dapat diperpanjang, adalah bagian dari skenario ekonomi-politik global yang mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Sehingga apa yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa, bagi kemaslahatan rakyat banyak justru dirusak oleh para elit politiknya. akibatnya, kaum perempuan harus menanggung penderitaan yang berkepanjangan di berbagai sektor kehidupan. Hak-hak ekonomi-politiknya diabaikan. Untuk itulah, dalam tiga tahun usia SDI yang bersamaan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia, Srikandi Demokrasi Indonesia, menyatakan secara tegas bahwa:
Untuk keluar dari lingkaran kemiskinan struktural yang telah akut ini, maka aktivis perempuan dan aktivis prodemokrasi lainnya, harus masuk dan terlibat penuh dalam wilayah politik, baik di legislatif maupun eksekutif, dan juga di jabatan struktur lainnya karena dengan perempuan berada diwilayah politik maka diharapkan mempercepat bangsa ini keluar dari jerat kemiskinan.
Maka dengan tegas kami menuntut kepada Pemerintah SBY-Kalla untuk segera menurunkan harga sembako, minyak goreng, beras, tepung terigu, hingga kenaikan harga tahu tempe,dan kebutuhan 9 bahan pokok, diantaranya dengan cara mengembalikan subsidi yang pantas diterima rakyat, sekali lagi mengembalikan subsidi yang pantas diterima rakyat, Hendaknya pengaturan Tata Niaga minyak goreng tidak berdasarkan pendekatan harga pasar (internasional) terbukti pengenaan pajak ekspor progresif CPO sebesar 10% tidak mampu menghentikan eksport besar besaran CPO keluar negeri dikarenakan harga CPO internasional saat ini hampir menyentuh angka 30%, padahal Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar kedua didunia, namun sekitar 2/3 diekspor, sungguh ironis..., kami juga menghimbau menghentikan praktek perdagangan kartell terhadap tepung terigu, gula, kedelai dll.
Maka berhentilah bermain main dengan retorika, manakala SBY meminta agar tidak mempolitisasi kemiskinan, pada situasi yang bersamaan apakah tidak boleh para perempuan menggugat kemiskinan ? tentu saja sangat dibenarkan, kenapa ? senyatanya kemiskinan telah berakibat buruk bagi kesehatan serta gizi ibu dan anak anak, meningkatnya drop out pelajar sekolah dan mahasiswa, menurunnya pendapatan dan melemahnya daya beli rakyat, jangan biarkan rakyat diambang batas kesabarannya. Jangan biarkan perempuan menanggung derita yang tak berujung.... CUKUP...! !
(disampaikan dalam orasi peringatan hari perempuan dunia, tgl 8 maret 2008, di bunderan HI, bersama Srikandi Demokrasi indonesia )
Belajar dari 4 tahun terakhir pasca-Pemilu 2004, rakyat menerima akibat buruk dari wajah kekuasaan yang ternyata tidak memiliki sense kerakyatan. Berbalik dari janji-janji kampanye, dimana para politisi menebar pesona dengan mantra prorakyat dan pro demokrasi, nyatanya, rakyat dijerumuskan. Setelah meraih kemenanganan, pasangan SBY-Kalla mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sejatinya lebih berpihak kepada pemilik modal. Kasus lumpur Lapindo, telah menjadi pembuktian kepada seluruh rakyat, bahwa Pemerintah SBY-Kalla tidak bernyali menghadapi tekanan modal. kini lumpur Lapindo dibiarkan melebar, mengaliri urat nadi perkampungan dan perekonomian rakyat. Berbagai persoalan yang menyentakkan kemanusiaan kita, terjadi silih berganti. Tanpa ada solusi yang memadai dan terkesan dilakukannya pembiaran.
Bagi perempuan, ketidakpedulian pemerintah terhadap masalah sosial-ekonomi, mempengaruhi kondisi sosial dan personalnya sebagai perempuan. Karena di tengah masyarakat yang masih patriarkhal, perempuan menanggung beban ganda. Di satu sisi, keperempuanannya disubordinatkan, tetapi di sisi lain, dieksploitasi. Ketika subsidi BBM dipotong, serta merta perempuan menjadi pihak pertama yang melakukan antri minyak. Perempuan juga yang harus mengelola keuangan dan mempertahankan asap dapur.
Menjadi tidak mengherankan, bila di tengah 94% penduduk Indonesia yang mengalami depresi , dimana perempuan mayoritas di dalamnya. Sementara itu, diperkirakan ada 50 ribu orang Indonesia melakukan bunuh diri setiap tahun. Hal ini disebabkan beratnya masalah sosial seperti pengangguran, penggusuran, mahalnya biaya hidup, dll .Oleh karena itu, saatnya bagi gerakan perempuan untuk melakukan terobosan perjuangan untuk perubahan Karena di situlah segala produk hukum dan politik disahkan. Segala kompromi politik yang seringkali menafikan kepentingan rakyat dan bangsa. UU Penanaman Modal yang merestui pemakaian lahan selama 90 tahun dan dapat diperpanjang, adalah bagian dari skenario ekonomi-politik global yang mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Sehingga apa yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa, bagi kemaslahatan rakyat banyak justru dirusak oleh para elit politiknya. akibatnya, kaum perempuan harus menanggung penderitaan yang berkepanjangan di berbagai sektor kehidupan. Hak-hak ekonomi-politiknya diabaikan. Untuk itulah, dalam tiga tahun usia SDI yang bersamaan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia, Srikandi Demokrasi Indonesia, menyatakan secara tegas bahwa:
Untuk keluar dari lingkaran kemiskinan struktural yang telah akut ini, maka aktivis perempuan dan aktivis prodemokrasi lainnya, harus masuk dan terlibat penuh dalam wilayah politik, baik di legislatif maupun eksekutif, dan juga di jabatan struktur lainnya karena dengan perempuan berada diwilayah politik maka diharapkan mempercepat bangsa ini keluar dari jerat kemiskinan.
Maka dengan tegas kami menuntut kepada Pemerintah SBY-Kalla untuk segera menurunkan harga sembako, minyak goreng, beras, tepung terigu, hingga kenaikan harga tahu tempe,dan kebutuhan 9 bahan pokok, diantaranya dengan cara mengembalikan subsidi yang pantas diterima rakyat, sekali lagi mengembalikan subsidi yang pantas diterima rakyat, Hendaknya pengaturan Tata Niaga minyak goreng tidak berdasarkan pendekatan harga pasar (internasional) terbukti pengenaan pajak ekspor progresif CPO sebesar 10% tidak mampu menghentikan eksport besar besaran CPO keluar negeri dikarenakan harga CPO internasional saat ini hampir menyentuh angka 30%, padahal Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar kedua didunia, namun sekitar 2/3 diekspor, sungguh ironis..., kami juga menghimbau menghentikan praktek perdagangan kartell terhadap tepung terigu, gula, kedelai dll.
Maka berhentilah bermain main dengan retorika, manakala SBY meminta agar tidak mempolitisasi kemiskinan, pada situasi yang bersamaan apakah tidak boleh para perempuan menggugat kemiskinan ? tentu saja sangat dibenarkan, kenapa ? senyatanya kemiskinan telah berakibat buruk bagi kesehatan serta gizi ibu dan anak anak, meningkatnya drop out pelajar sekolah dan mahasiswa, menurunnya pendapatan dan melemahnya daya beli rakyat, jangan biarkan rakyat diambang batas kesabarannya. Jangan biarkan perempuan menanggung derita yang tak berujung.... CUKUP...! !
(disampaikan dalam orasi peringatan hari perempuan dunia, tgl 8 maret 2008, di bunderan HI, bersama Srikandi Demokrasi indonesia )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar